Dua remaja Indonesia berdiskusi tentang mengapa Indonesia butuh pendidikan Kesehatan menstruasi yang lebih baik

Sarah Savitri  | 

(Courtesy of Alisha Syakira Triawan)

(Courtesy of Alisha Syakira Triawan)

Sarah Savitri aktivis Period Poverty, Alisha Syakira Triawan, mengenai bagaimana negaranya bisa menghentikan stigma-stigma tentang menstruasi.

Di Indonesia, menstruasi masih kerap dikaitkan dengan tabu dan stigma. Masyarakat kita masih menganggap menstruasi itu sebagai hal yang kotor dan tidak suci. Keyakinan ini membatasi kita untuk melakukan pekerjaan tertentu atau menghadiri beberapa ritual dan acara budaya. Menstruator dari berbagai daerah kerap tidak memiliki akses ke pendidikan reproduksi yang layak maupun akses untuk mendapatkan produk menstruasi yang higienis. 

Sebagai seorang remaja di Indonesia, saya telah merasakan intimidasi verbal akan menstruasi saya berkali-kali. Teman laki-laki saya kadang membuat lelucon tentang menstruasi saya dengan mengatakan, “Bersihkan dulu darah-darahmu itu!, Jijik!” atau “Kok kamu masih tetap hidup,sih, padahal kan selama menstruasi kamu kehilangan banyak darah?”

Di seluruh dunia, aktivis-aktivis muda bekerja untuk mengakhiri stigma seputar menstruasi dan menghilangkan period poverty. Tapi terkadang untuk bisa speak up di daerah konservatif di Indonesia bisa jadi sulit. Bahkan di kota besar di mana saya tinggal – Jakarta- anak muda yang mencoba untuk melakukan gerakan perubahan tak jarang dikucilkan oleh beberapa teman dan keluarga karena mereka merasa hal itu bisa jadi melanggar norma sosial. Anak-anak muda ini diberitahu bahwa sebenarnya mereka tidak tahu apa-apa atau mereka hanya mencari perhatian. 

(Courtesy of Alisha Syakira Triawan)

(Courtesy of Alisha Syakira Triawan)

Terlepas dari tantangan ini, Alisha Syakira Triawan, aktivis yang masih berusia 16 tahun, masih berjuang untuk mengakhiri period poverty dan stigma menstruasi di komuniti kami. Dia adalah pendiri dan pemimpin cabang dari organisasi PERIOD - organisasi yang dipimpin oleh anak-anak muda – di Jakarta. Alisha dan timnya berada di garis terdepan untuk mengubah stigma menstruasi. 

Saya ingin belajar mengenai aktivisme yang mereka jalani, termasuk ingin menanyakan bagaimana rasanya menjadi aktivis dan organizer di negara yang masih terbilang konservatif. Saya harap percakapan kami dapat menginspirasi anak-anak muda di seluruh dunia untuk percaya bahwa semua orang bisa membuat perubahan yang positif. 

Sarah Savitri (SS): Ceritakan tentang kegiatan Anda dengan organisasi PERIOD dan bagaimana Anda mendirikan cabang di Jakarta. Tipe-tipe proyek apa yang Anda dan timmu kerjakan?

Alisha Syakira Triawan (AST): PERIOD adalah organisasi nirlaba yang bekerja untuk menghentikan period poverty dan stigma-stigma mengenai menstruasi melalui layanan, pendidikan dan advokasi. Masing-masing cabang biasanya punya satu pilar yang mereka fokuskan, tapi PERIOD @ Jakarta memutuskan untuk menggabungkn semua pilar untuk setiap projek. Sebagai contoh, kami mendistribusikan produk-produk menstruasi ke perempuan-perempuan tunawisma, murid-murid di Universitas Negeri Jakarta, pengemis dan pemulung. Di waktu yang bersamaan, kami juga mengajari mereka untuk memperjuangkan hak-hak menstruasi mereka. Selama Women’s march Jakarta, kami mendistribusikan produk-produk menstruasi kepada yang membutuhkan, termasuk transgender dan buruh, sambal mengadvokasi mengenai hak-hak menstruasi dan berkampanye untuk menghentikan period poverty dan period stigma. 

SS: Apakah Anda berinteraksi dengan cabang-cabang PERIOD lain di seluruh dunia? Bagaimana menjadi bagian dari jaringan aktivis menstruasi muda membantu pekerjaan Anda?

AST: Biasanya cabang-cabang berinteraksi satu sama lain di media sosial, terutama Instagram. Mereka menyukai posting kami, menandai kami di postingan dan mengomentari postingan kami dengan komentar yang mendukung. Yang paling saya perhatikan ketika menjadi bagian dari jaringan aktivis menstruasi muda adalah saya merasa lebih berdaya dan antusias. Terkadang saya terinspirasi untuk melakukan proyek menstruasi lainnya dengan melihat betapa kuatnya aktivis menstruasi muda lainnya dari negara lain! Di Indonesia, tidak banyak aktivis menstruasi, terutama aktivis menstruasi muda. Saya kadang berbicara dengan bayangan saya di cermin dan berkata, "Indonesia, saatnya Anda untuk memiliki aktivis menstruasi yang powerful!" Lalu saya langsung merumuskan rencana proyek cabang. Saya selalu merasa harus membuat setiap anggota (termasuk saya) dari PERIOD @ Jakarta merasa lebih kuat sehingga kami dapat menciptakan dampak.

Di seluruh dunia, aktivis-aktivis muda bekerja untuk mengakhiri stigma seputar menstruasi dan menghilangkan period poverty. Tapi terkadang untuk bisa speak up di daerah konservatif di Indonesia bisa jadi sulit.
— Sarah Savitri

SS: Bagaimana period poverty dan period stigma mempengaruhi anak perempuan di Indonesia?

AST: Definisi period poverty adalah akses yang tidak memadai ke produk menstruasi yang higienis juga tepat. Ini juga dapat mencakup kurangnya akses ke pendidikan menstruasi yang tepat. Jadi period poverty berarti kondisi dimana anak perempuan tidak dapat mengakses pembalut yang higienis, aman dan layak untuk digunakan dan mereka tidak memiliki pengetahuan untuk menangani menstruasi mereka. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi anak perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah, tetapi semua anak perempuan dapat terpengaruh, termasuk saya dan kamu. Di Indonesia, seperti yang bisa kita lihat, ada gadis-gadis yang tidak tahu bahwa pembalut yang baru saja mereka beli telah kedaluwarsa. Ada banyak gadis yang masih belum memiliki informasi tentang cara mengelola atau menggunakan pembalut mereka dan berapa kali mereka harus mengganti pembalut mereka. Ini terkait dengan pendidikan kesehatan reproduksi yang buruk.

Selain itu, sebagian besar sekolah masih tidak menyediakan produk menstruasi dan sanitizer di kamar mandi sekolah untuk anak perempuan yang tiba-tiba atau tidak terduga mengalami menstruasi. Bagi beberapa gadis di Indonesia, mendapatkan pembalut yang cukup setiap bulan bisa sangat sulit. Ketika saya membagikan pembalut wanita kepada tunawisma, saya menyadari bahwa masih ada beberapa wanita yang menggunakan handuk untuk menutupi darah. Ini menjadi masalah karena lebih sulit untuk memastikan handuk yang mereka bungkus itu steril.

SS: Secara umum bisakah Anda berbicara tentang stigma seputar menstruasi di masyarakat kita?

AST: Kita masih menghadapi intimidasi menstruasi ketika kita mengalami bocor misalnya. Kami masih diberitahu untuk tidak membicarakan apa pun yang berhubungan dengan menstruasi ke non-menstruator karena terlalu pribadi atau karena mereka pikir itu terkait dengan pornografi. Setiap bulan, sebagian besar teman saya masih harus menyembunyikan pembalutnya di lengan baju atau tas. Akan menjadi bencana bagi mereka jika mereka ingin membeli pembalut dan penjualnya adalah seorang lelaki. Menggunakan produk menstruasi selain pembalut juga bisa menjadi kontroversial. Beberapa orang menilai menstrual cup sebagai hal yang dilarang bagi anak perempuan yang belum menikah untuk menggunakannya meskipun lebih ramah lingkungan daripada pembalut sekali pakai. Masyarakat kita masih menstigmatisasi menstruasi sebagian besar karena kita masih kekurangan pendidikan reproduksi, termasuk pendidikan menstruasi, sehingga banyak orang di masyarakat kita menilai segala sesuatu tentang reproduksi dan gender sebagai hal yang dilarang, privat dan pornografi. 

Selain itu, sebagian besar sekolah masih tidak menyediakan produk menstruasi dan sanitizer di kamar mandi sekolah untuk anak perempuan yang tiba-tiba atau tidak terduga mengalami menstruasi. Bagi beberapa gadis di Indonesia, mendapatkan pembalut yang cukup setiap bulan bisa sangat sulit.
— Alisha Syakira Triawan

SS: Apa hal yang dapat dilakukan pemerintah, sekolah dan keluarga untuk membantu mengakhiri stigma seputar menstruasi di Indonesia?

AST: Permintaan saya sederhana: berikan pendidikan menstruasi di komunitas dan sekolah. Bagi orang tua dan mereka yang memiliki adik kandung yang akan mengalami menstruasi, jangan ragu untuk mulai berbicara dan mengajarkan tentang menstruasi. Beri tahu anak Anda dan saudara Anda bahwa mereka tidak perlu malu tentang menstruasi. Saya pikir cara itulah yang paling efektif untuk mengalahkan stigma negatif tentang menstruasi. 

SS: Mengapa Anda memutuskan untuk terlibat dalam gerakan menstruasi?

AST: Ini berakar pada hal-hal yang saya hadapi sebelum, selama dan setelah menarche saya. Saya bahkan tidak tahu cara membuka kemasan pembalut ketika saya pertama kali mengalami menarche. Saya tidak tahu bagaimana menggunakannya. Saya tidak tahu cara membersihkannya. Saya tidak tahu berapa kali saya harus menggantinya atau bagaimana harus bersikap ketika saya mengalami kebocoran. Sebelum menarche saya, saya pernah menghadapi beberapa anak perempuan yang membuat lelucon karena saya belum pernah mengalami menstruasi ketika hampir semua anak perempuan di sekolah sudah memilikinya. Saya bahkan bertanya pada diri sendiri apakah saya benar-benar seorang wanita atau tidak. Setelah menarche saya, saya juga diberitahu untuk tidak banyak bicara tentang menstruasi saya dan kalau saya beli pembalut harus sembunyikan di lengan baju karena itu sangat memalukan. Saya sudah menghadapi hal-hal ini dan sedih mengetahui bahwa masalah ini belum berakhir. 

(Courtesy of Alisha Syakira Triawan)

(Courtesy of Alisha Syakira Triawan)

SS: Kita tinggal di daerah yang cukup konservatif. Bagaimana Anda bisa tetap melakukan aktivisme Anda meskipun masyarakat dapat menyebut pekerjaan Anda kontroversial?

AST: Terkadang saya tidak mendengarkan mereka yang hanya ingin menjatuhkan saya. Saya mencoba untuk bertekad dan konsisten dalam apa yang telah saya kampanyekan. Saya hanya mendengarkan mereka yang benar-benar peduli dan jika nasihat mereka masuk akal. Saya telah berjuang dengan masalah kesehatan mental ringan karena penilaian orang. Sekarang, saya mencoba menjadi diri saya sendiri dan fokus pada kampanye.

SS: Apa pendapat Anda tentang inklusivitas menstruasi? Bagaimana bisa menstruator dan non-menstruator menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk semua menstruator?

AST: Saya paling nyaman menggunakan istilah "menstruator" bagi mereka yang menstruasi daripada menggunakan istilah gender karena saya percaya tidak semua wanita menstruasi dan tidak semua yang menstruasi adalah wanita. Perlu ada kesadaran dari masyarakat untuk memecahkan tabu, mematahkan stigma, menyediakan produk menstruasi gratis bagi mereka yang membutuhkan dan tidak menilai gender. 

SS: Apakah ada momen dari aktivisme Anda yang paling berkesan?

AST: PERIOD @ Jakarta berpartisipasi dalam Women's March Jakarta 2020. Kami membagikan pembalut kepada mereka yang membutuhkan, termasuk transgender yang menggunakan pronouns she/her (identitas gendernya perempuan). Hati saya meleleh ketika dia mengucapkan terima kasih dan mendukung kampanye inklusivitas menstruasi kami. Di Indonesia, masalah LGBTQ + cukup kontroversial dan luar biasa mengetahui bahwa gerakan menstruasi kita dapat membuat dampak juga baginya.

SS: Saya dengar Anda sangat introvert. Bagaimana Anda mengatasi rasa malu Anda dan berbicara untuk kesetaraan menstruasi?

AST: Saya bukan saja sangat introvert, tetapi saya juga orang yang pemalu. Itu telah menjadi masalah pribadi saya sepanjang hidup saya. Terkadang dalam beberapa saat, orang masih bisa melihat bahwa saya gugup ketika saya berbicara. Saya mengatasinya dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa urgensi mengakhiri masalah ini jauh lebih penting daripada kegugupan saya. Saya juga menantang diri saya untuk suatu hari menjadi seseorang yang dapat dijadikan teladan oleh setiap orang introvert ketika mereka berpikir mereka tidak dapat melakukan apa-apa karena rasa malu mereka.

SS: Apa pesan Anda tentang menstruasi untuk wanita muda lainnya di seluruh dunia?

AST: Tolong berdiri bersama saya untuk mengalahkan period poverty dan period stigma. Ini bukan hanya masalah di bagian dunia tertentu tetapi juga masalah global. Jangan pernah malu akan menstruasi Anda. Ini sangat normal dan tidak kotor. Anda tidak perlu lagi menyembunyikan produk menstruasi di lengan baju Anda. Tidak ada yang perlu malu. Tanyakan kepada orang tua atau guru Anda apakah mereka dapat memberi Anda percakapan seputar menstruasi setiap kali Anda membutuhkannya. Jika Anda cukup terpriviledge-kan, jangan ragu untuk membantu sesama gadis yang membutuhkan produk menstruasi yang cukup. 

Kami telah mengedit dan menyingkat wawancara ini untuk kejelasan.

flower.png
Meet the Author
Meet the Author
Sarah Savitri

is a 17-year-old Indonesian author and journalist who has written articles and short stories for local and digital newspapers with her pen name. She is passionate about gender equality and human rights and enjoys highlighting the work of other teenagers in her community.